PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

 

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang ingin mengembalikan kekuasaannya atas Indonesia. Dalam mempertahankan kemerdekaannya, bangsa Indonesia melakukan berbagai upaya.

a. Perjuangan Fisik

1). Insiden Hotel Yamato

Insiden Hotel Yamato adalah peristiwa perobekan bendera Belanda (merah- putih-biru) menjadi bendera Indonesia (merah-putih). Insiden Hotel Yamato terjadi pada  tanggal 19 September 1945 di Hotel Yamato, Surabaya.

Insiden ini diawali oleh tindakan beberapa orang Belanda yang mengibarkan bendera Belanda (merah-putih-biru) di tiang bendera Hotel Yamato. Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Mereka mendatangi hotel itu dan berusaha menurunkan bendera tersebut. Akhirnya, bendera Belanda berhasil diturukan dan bagian bendera yang berwarna biru dirobek. Kemudian bendera dikibarkan kembali sebagai bendera Indonesia (merah- putih). Pengibaran bendera Merah Putih diiringi dengan pekikan ‘Merdeka’ berulang kali.

 

2). Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya merupakan satu rangkaian peristiwa pertempuran yang terjadi antara tentara Indonesia dan tentara Sekutu yang berlansung sejak tanggal 27 Oktober sampai 20 November 1945. Pertempuran yang paling besar terjadi pada tanggal 10 November 1945.

Pertempuran Surabaya diawali dengan kedatangan Brigade 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu di bawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada 25 Oktober 1945 di Surabaya. Tugas pasukan ini adalah melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tahanan perang  Sekutu di Indonesia. Semula pihak Indonesia menyambut baik kedatangan tentara Sekutu. Tetapi setelah diketahui bahwa NICA membonceng bersama rombongan tentara sekutu, muncullah pergerakan perlawanan rakyat Indonesia melawan tentara Sekutu.

Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi bentrokan antara tentara Indonesia melawan tentara Inggris. Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas dalam bentrokan ini. Hal ini mendorong tentara Sekutu mengirimkan pasukan dalam jumlah besar  ke Surabaya. Pasukan baru tersebut berada di bawah pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.

Pada tanggal 9 November 1945, pihak sekutu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya. Batas waktu ultimatum adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan karena dianggap sebagai penghinaan terhadap pejuang Indonesia.

Pada tanggal 10 November 1945, tentara Inggris melakukan serangan besar yang melibatkan 30.000 pasukan, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Tentara Inggris mengira perlawanan rakyat Surabaya dapat ditaklukkan dalam waktu beberapa hari. Di luar dugaan tentara Inggris, para pelopor pemuda seperti Bung Tomo dan tokoh-tokoh agama yang terdiri dari para kyai dan ulama terus menggerakan semangat perlawanan pejuang Surabaya hingga perlawanan terus berlanjut berhari-hari bahkan berlangsung beberapa minggu.

Meskipun akhirnya kota Surabaya berhasil dikuasai tentara Sekutu, namun Pertempuran Surabaya menjadi simbol nasional atas perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan. Untuk mengenang peristiwa heroik di Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

3). Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran lima hari di Semarang terjadi antara rakyat Indonesia di Semarang dengan tentara. Peristiwa ini berawal ketika para tawanan veteran angkatan laut Jepang yang dipindahkan dari Cepiring ke Bulu. Pemindahan ini dikawal oleh polisi Indonesia. Di tengah perjalanan, mereka memberontak dan melarikan diri. Selanjutnya mereka  bergabung dengan batalyon Jepang yang berada di bawah pimpinan Mayor Kido yang masih bersenjata di Jatingaleh, Semarang.

Pada tanggal 14 Oktober 1945, tersiarnya kabar bahwa Jepang telah meracuni cadangan air minum di Candi, Semarang. Dokter Karyadi selaku kepala laboratorium pusat Rumah Sakit Rakyat memberanikan diri untukmemeriksa air minum tersebut. Akan tetapi, ketika hendak melakukan pemeriksaan, Jepang menembaknya sehingga ia gugur. Peristiwa ini membuat pada pemuda Semarang marah sehingga mereka serempak menyerbu tentara Jepang.

Pada tanggal 15 sampai dengan 20 Oktober 1945, terjadi pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dibantu oleh barisan pemuda dengan tentara Jepang yang persenjataannya lebih lengkap. Pertempuran berakhir setelah terjadi perundingan antara pihak Indonesia yang diwakili oleh yaitu Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono dan pihak Jepang yang diwakili Letnan Kolonel Nomura.

 

 4). Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa adalah peristiwa perlawanan rakyat Indonesia terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Ambarawa, Jawa Tengah. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel tiba di Semarang. Pada 20 Oktober 1945. Kedatangan mereka bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang dan mengurus tawanan perang tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah. Semula kedatangan tentara Sekutu disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro menyepakati menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu. Adapun tentara sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Indonesia.

Tanpa sepengetahuan pihak Indonesia, ternyata tentara Sekutu telah mengikutkan  tentara  NICA.  Pada  saat  mereka  membebaskan  tawanan perang Belanda di Magelang dan Ambarawa, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan dari pihak Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya insiden yang kemudian meluas menjadi sebuah pertempuran terbuka di Magelang dan Ambarawa.

Pada saat tentara Sekutu ingin menduduki dua desa di sekitar Ambarawa, pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol Isdiman, Komandan Divisa V Banyumas berusaha membebaskan dua desa itu. Letkol Isdiman gugur dalam peristiwa tersebut. Setelah gugurnya Letkol Isdiman, Panglima Divisi Banyumas Kolonel Sudirman terjun langsung memimpin pertempuran.

Pada tanggal 12 Desember 1945, Kolonel Sudirman mengadakan rapat dengan para Komandan TKR dan Laskar. Kemudian pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan Indonesia melancarkan serangan terhadap tentara Sekutu di Ambarawa. Pertempuran berlangsung sengit, pasukan Indonesia menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga tentara Sekutu benar-benar terkurung.

Setelah berlangsung beberapa hari, pada tanggal 15 Desember 1945, pasukan Indonesia berhasil  mengalahkan tentara Sekutu dan menguasai kota Ambarawa. Kemenangan Indonesia pada pertempuran ini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan di Ambarawa.

 

 5). Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1946. Kota Bandung sengaja dibakar oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan rakyat setempat dengan maksud agar tentara Sekutu tidak dapat menggunakan kota Bandung sebagai pos-pos militer.

Peristiwa ini diawali dengan kedatangan pasukan Sekutu yang dipimpin Brigadir Mac Donald di kota Bandung. Mereka datang pada tanggal 12 Oktober 1945 dengan tujuan melucuti senjata tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang. Sejak awal kedatangannya, hubungan tentara Sekutu dengan pihak Republik Indonesia sudah tidak baik. Mereka menuntut rakyat Bandung untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari tentara Jepang. Tuntutan tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Bandung sehingga berakibat timbulnya berbagai bentrokan.

Pertentangan antara pihak sekutu dan pihak Indonesia semakin meruncing, pada tanggal 23 Maret 1946 meletus pertempuran antara rakyat Bandung melawan Sekutu. Pertempuran paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan kota Bandung. Di tempat ini terdapat gudang amunisi besar milik tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini, dua orang pejuang Indonesia bernama Muhammad Toha dan Ramdan berupaya meledakkan gudang senjata Sekutu. Mereka berdua gugur setelah berhasil meledakkan gudang tersebut.

Adanya pertempuran ini membuat keadaan kota Bandung semakin tidak aman. Akhirnya pemerintah Republik Indonesia menginstruksikan agar kota Bandung dikosongkan. Atas instruksi tersebut, penduduk kota Bandung mengosongkan kota dan mengungsi ke daerah pegunungan. Sebelum meninggalkan kota Bandung, TRI dan rakyat membakar kota Bandung. Peristiwa ini dikenal sebagai Bandung Lautan Api.

 

6). Pertempuran Medan Area

Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap tentara Sekutu yang terjadi di Medan, Sumatra Utara. Pada tanggal 9 Oktober 1945, Pasukan Sekutu yang  dipimpin oleh Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly tiba di kota Medan. Kedatangan tentara Sekutu ini ternyata diboncengi oleh tentara NICA yang bertujuan mengambil alih pemerintahan. Hal ini memicu munculnya perlawanan rakyat di kota Medan.

Pertempuran pertama meletus pada tanggal 13 Oktober 1945 antara para pemuda dengan pasukan Sekutu. Para pemuda menyerang gedung-gedung pemerintahan  yang  dikuasai  Sekutu.  Pertempuran  ini  kemudian  menjalar ke  beberapa  kota  lainnya,  seperti  Pematang  Siantar  dan  Brastagi.  Oleh karena seringnya terjadi berbagai insiden, pada 18 Oktober 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum yang melarang rakyat membawa senjata dan semua senjata yang ada harus diserahkan kepada Sekutu.

Pada 1 Desember 1945, tentara Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Areas di pinggiran Kota Medan dengan tujuan untuk menunjukkan daerah kekuasaan mereka. Sejak saat itu, istilah Medan Area menjadi terkenal. Tentara Sekutu beserta NICA melakukan pengusiran terhadap unsur-unsur Republik Indonesia di kota Medan. Para pemuda melakukan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA, akibatnya kota Medan menjadi tidak aman. .

Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu melancarkan operasi militer secara besar-besaran terhadap para Pejuang Indonesia dengan mengikutsertakan pesawat-pesawat tempurnya. Para pejuang membalas serangan tersebut sehingga menimbulkan berbagai bentrokan di seluruh kota yang menelan korban dari kedua pihak.

 

 7). Pertempuran Puputan Margarana

 Pertempuran  Puputan  Margarana  merupakan  salah  satu  pertempuran antara Indonesia dan Belanda yang terjadi pada tanggal 20 November 1945. Pertempuran ini diawali dengan kedatangan pasukan Belanda berjumlah sekitar 2000 tentara  disertai tokoh-tokoh yang bersedia bekerja sama dengan Belanda di Bali.

Kedatangan Belanda ke Bali bertujuan untuk membantu pendirian sebuah negara boneka yang diberi nama Negara Indonesia Timur. Belanda kemudian membujuk Letkol I Gusti Ngurah Rai untuk bergabung. Namun, bujukan tersebut ditolak.

Pada 18 November 1946, I Gusti Ngurah Rai menyerang kedudukan Belanda di daerah Tabanan. Satu detasemen polisi lengkap dengan senjatanya berhasil dilumpuhkan. Untuk menghadapi pasukan Ngurah Rai, Belanda mengerahkan seluruh pasukan yang berada di Bali dan Lombok.

Dalam pertempuran ini, pasukan Ngurah Rai melakukan ‘puputan’ atau perang  habis-habisan.  Mereka  bertekad  tidak  akan  mundur  sampai  titik darah penghabisan. Pertempuran berakhir dengan gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai bersama 96 orang anggota pasukannya. Adapun di pihak Belanda, diperkirakan sebanyak 400 tentara Belanda tewas dalam pertempuran ini. Untuk mengenang peristiwa ini, didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa di daerah bekas medan pertempuran.

 

8). Serangan Umum 1 Maret 1949

 

 Serangan umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibu kotanya telah diduduki oleh Belanda.

Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan oleh pasukan TNI dari Brigade 10/Wehkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan-pasukan TNI telah mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari pada tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul 06.00 WIB sewaktu sirine berbunyi tanda jam malam telah berakhir, serangan umum dilancarkan dari segala penjuru kota. Pasukan Belanda tidak menduga akan ada serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar Yogyakarta.

Dalam Serangan Umum TNI akhirnya berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Peristiwa ini berhasil mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Keberhasilan Serangan Umum1Maret 1949 mendatangkan dukungan internasional terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi pendorong berubahnya sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap Belanda. Pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda, berbalik menekan Belanda agar melakukan perundingan dengan pihak RI. Oleh karena desakan itu, serta kedudukannya yang makin terdesak oleh gerilyawan Indonesia, Belanda akhirnya bersedia berunding dengan RI.

 

b. Perjuangan Diplomasi

 Melalui perjuangan diplomasi, bangsa Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kemerdekaan dan kedaulatan yang telah diraih bangsa Indonesia pantas untuk dibela dan dipertahankan. Selain itu, bangsa Indonesia juga berusaha menunjukkan sikap dan itikad baik dalam menyelasaikan perselisihan dengan Belanda. Berikut ini adalah beberapa upaya diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya.

 

1). Perundingan Linggajati

Perundingan Linggajati adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Linggajati, Kuningan, Jawa Barat. Perundingan Linggajati dilaksanakan pada tanggal 10 November 1946. Perundingan ini menghasilkan beberapa kesepakatan yang ditandatangani secara resmi oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret 1947. Informasi mengenai perundingan Linggajati dapat kamu amati pada berikut.

 

Delegasi

Kesepakatan

Dampak Bagi Indonesia

Indonesia

Sutan Sutan Syahrir (Ketua delegasi)

 

Belanda

 Wim Schermerhorn (Ketua delegasi)

 

Inggris

Lord Killearn (Mediator perundingan)

·         Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa dan Madura

·         Belanda harus meninggalkan wilayah Indonesia paling lambat tanggal 1 Januari 1949

·         Republik Indonesia dan Belanda sepakat membentuk Negara Republik (RIS) , dimana salah satu negara bagian Republik Indonesia

·         Dalam bentuk RIS, Indonesia harus bergabung dalam Commonwealth Persemakmuran Indonesia – Belanda dengan adanya ratu Belanda sebagai ketuanya

·         Republik Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan dari beberapa negara,

Diantaranya Inggris,

Amerika Serikat,

Mesir, Lebanon,

Suriah, Afghanistan,

Myanmar, Yaman,

Saudi Arabia, dan Uni Soviet. Mesir, Lebanon,

Suriah,Afghanistan,

Myanmar, Yaman,

Saudi Arabia, dan Uni  Soviet.

·         Muncul pihak yang

mendukung dan

menolak hasil perundingan di

kalangan rakyat

Indonesia. Sebagian

rakyat Indonesia

mengganggap

hasil perundingan

merugikan Indonesia.

 

 

Meskipun Persetujuan Linggajati telah ditandatangani, hubungan Indonesiaa-Belanda tidak bertambah baik. Perbedaan penafsiran mengenai beberapa  pasal  persetujuan  menjadi  pangkal  perselisihan.  Penafsiran  itu misalnya, sebelum RIS terbentuk, Belanda menganggap bahwa Belanda berdaulat atas wilayah Indonesia, sementara Indonesia menganggap bahwa Indonesia yang berdaulat sebelum RIS terbentuk.

Belanda tetap kukuh terhadap penafsiran tersebut. Kekukuhan Belanda ini diperlihatkan dengan melakukan penyerangan secara tiba-tiba terhadap daerah-daerah yang menjadi wilayah RI sesuai hasil Perjanjian Linggajati, pada 21 Juli 1947. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.

Pada Agresi Militer ini, Belanda berhasil menguasai Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah sebelah Utara, sebagian Jawa Timur, Madura, dan sebagian Sumatra Timur. Untuk menghadapi Belanda, pasukan TNI melancarkan taktik gerilya. Dengan taktik gerilya, ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar kota kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.

 2). Perundingan Renville

Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia internasional, khususnya dalam forum PBB. Dalam rangka usaha penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Negara- negara anggota KTN yaitu: Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika Serikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili oleh Frank Porter Graham. KTN kemudian mengusulkan sebuah perundingan yang diselenggarakan di atas kapal Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville yang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan nama perundingan Renville. Informasi mengenai perundingan Renville dapat kamu amati pada tabel berikut.

Delegasi

Kesepakatan

Dampak Bagi Indonesia

Indonesia

Amir Syarifuddin

Harahap (Ketua Delegasi)

 

 Belanda Abdul

Kadir Widjojoatmodjo

(Ketua Delegasi)

 

 

KTN

• Frank Porter Graham

• Richard Kirby ( Mediator perundingan)

         Penghentian tembak- menembak.

         Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.

         Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.

         TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah pendudukan Belanda di Jawa Barat dan Jawa Timur.

         Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan melalui masa peralihan terlebih dahulu.

Wilayah Indonesia

menjadi sempit

dan dikelilingi oleh

wilayah-wilayah yang

dikuasai Belanda.

 

Kesepakatan yang dicapai pada perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Belanda berhasil menduduki ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.

Sebelum Yogyakarta jatuh, Pemerintah RI telah membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat. PDRI ini dijalankan oleh  Mr.  Syafruddin  Prawiranegara.  Selain  itu,  dibentuk  pula  Komando Kesepakatan yang dicapai pada perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Belanda berhasil menduduki ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.

Sebelum Yogyakarta jatuh, Pemerintah RI telah membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat. PDRI ini dijalankan oleh  Mr.  Syafruddin  Prawiranegara.  Selain  itu,  dibentuk  pula  Komando Perang Gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman. Pasukan Indonesia yang sebelumnya ditarik dari daerah pendudukan Belanda diinstruksikan kembali ke daerah masing-masing untuk melaksanakan perang secara gerilya.

Selama Agresi Militer II, Belanda selalu mempropagandakan bahwa setelah ditangkapnya pemimpin-pemimpin RI, maka pemerintah RI sudah tidak ada. Akan tetapi, propaganda Belanda tersebut dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia masih berlangsung.

3). Perundingan Roem–Royen

Untuk mengatasi agresi militer Belanda, PBB mengadakan sidang pada tanggal 22 Desember 1948 dan menghasilkan sebuah resolusi yang isinya mendesak supaya permusuhan antara Indonesia dan Belanda segera dihentikan dan pemimpin Indonesia yang ditahan segera dibebaskan.

KTN ditugaskan untuk mengawasi pelaksana resolusi tersebut. Untuk meluaskan wewenangnya, maka KTN diubah namanya menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia) yang diketuai oleh Merle Cochran. Atas inisiatif UNCI, Pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan Republik Indonesia dan Belanda. Perundingan ini diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta. Informasi mengenai perundingan Renville dapat kamu amati pada tabel berikut.

Delegasi

Kesepakatan

Dampak Bagi Indonesia

Indonesia

Mr. Moh. Roem. (Ketua Delegasi)

 

 Belanda

Dr. J. H. van Royen.

(Ketua Delegasi)

 

  UNCI

Merle Cochran (Mediator

perundingan)

Pihak Indonesia menyatakan kesediaan

untuk:

         Menghentikan perang gerilya.

         Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.

         Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Pihak Belanda menyatakan kesediaan untuk:

         Menyetujui kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta;

         Menjamin penghentian gerakan militer dan

membebaskan semua

tahanan politik;

         Tidak akan mendirikan

negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1948

         Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.

Pemerintah Republik

Indonesia kembali ke

Yogyakarta.

 

4). Konferensi Meja Bundar

Konferensi   Meja   Bundar   (KMB)   adalah   sebuah   pertemuan   yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23Agustus sampai 2 November 1949. Konfrensi Meja Bundar merupakan tindak lanjut dari perundingan- perundingan sebelumnya. Konfrensi ini merupakan titik terang bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya. Informasi mengenai Konferensi Meja Bundar dapat kamu amati pada tabel berikut.

Delegasi

Kesepakatan

Dampak Bagi Indonesia

Indonesia

Drs. Moh Hatta

(Ketua Delegasi)

 

 

Belanda J.H.

van Maarseveen

(Ketua Delegasi)

 

 

BFO (Bijeenkomst

Voor Federaal Overleg)

BFO adalah suatu badan

yang merupakan kumpulan negara-negara

bagian bentukan Belanda.

 

 

Sultan Hamid II

(Ketua Delegasi)

 

 

UNCI

Chritchley

(Ketua Delegasi)

Belanda mengakui

RIS sebagai negara

yang merdeka dan

berdaulat.

         Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat- lambatnya tanggal 30 Desember 1949.

         Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS

         Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia- Belnada yang diketuai Belanda.

         RIS harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942.

         Belanda mengakui  kemerdekaan Republik Indonesia Serikat

         Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan dapat dimulai.

         Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia.

         Negara Indonesia berubah bentuk menjadi negara serikat yang tidak sesuai dengan cita- cita Proklamasi

 

Sebagaimana kesepakatan yang diperoleh pada Konfrensi Meja Bundar, Pada tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan atas Republik Indonesia Serikat. Penyerahan dan sekaligus pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu di Belanda dan di Indonesia. Di Belanda, penyerahan kedaulatan dilakukan oleh Ratu Juliana kepada kepala delegasi RIS Dr. Moh. Hatta. Adapun di Jakarta, penyerahan kedaulatan dilakukan A.H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RIS, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Penyerahan kedaulatan ini menandakan berakhirnya masa penjajahan Belanda di Indonesia secara formal.

 

Powered by Blogger.