Makalah Tafsir Surah Al Fatihah
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah ini
dengan judul "Tafsir Surah Al-Fatihah" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu
tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini
dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
Muara Bulian, 09 Maret 2020
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................. .................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar
Belakang................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.............................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................ 1
Bab II Pembahasan
A. Tafsir
ayat dari QS. Alfatihah :1.................................................................... 2
B. Tafsir
ayat dari QS. Alfatihah :2........................................................................ 3
C. Tafsir
ayat dari QS. Alfatihah : 3
................................................................. 4
D. Tafsir
ayat dari QS. Alfatihah :
4.................................................................. 4
E. Tafsir
ayat dari QS. Alfatihah : 5
................................................................. 5
F. Tafsir
ayat dari QS. Alfatihah :
6.................................................................. 6
G. Tafsir
ayat dari QS. Alfatihah : 7................................................................. 7
Bab III Penutup
A. Kesimpulan................................................................................................. 9
B. Saran.......................................................................................................... 9
Daftar Pustaka ...................................................................................................10
BAB II
Pembahasan
Surah
Alfatihah
Surah
Al-fatihah adalah “Mahkota Tuntutan Ilahi” dia adalah “Ummul Qur’an” atau induk
Al-Qur’an.
Kata
Fath merupakan akar kata nama ini berarti menyingkirkan sesuatu yang terdapat
pada satu tempat yang dimiliki. Penamaannya dengan al-fatihah karena ia
terletak pada awal al-qur’an dan karena biasanya yang pertama memasuki sesuatu
adalah yang membukanya. Kata fatihah disini berarti awal al-qur’an.
Surah Al-Fatihah 1 – 7
1.
بِسْمِ اللّٰهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
“Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha
penyayang”.
Dalam tafsir Azh-Zahilal
(Sayyid Quthb)
Memulai
sesuatu dengan menyebut nama Allah merupakan adab yang diwahyukan Allah kepada
Nabi-Nya Shollallahu alaihi wasallam pada turunnya wahyu Al-Qur’an ini sebagai
mana telah disepakati, yaitu firman Allah, “Bacalah dengan menyebut nama
Tuhanmu...”
Apabila
segala sesuatu dimulai dengan menyebut nama Allah yang mengandung tauhidullah
dan adap terhadap-Nya. Itu menggambarkan keglobalan pertama dalam tasawuf
islam. Maka cakupan makna – makna rahmat, keadaan – keadaannya, dan lapangan –
lapangannya dalam kedua sifat “Ar-Rahman Ar-Rahim”. Ini menetapkan hakikat
hubungan antara Allah dan hamba – hamba-Nya[1].
Dalam tafsir Qur’an karim
(Prof. Dr. H. Mahmud Yunus)
Dengan
nama Allah dan perintah-Nya aku baca surat ini. Apa-apa pekerjaan baik yang
akan kita kerjakan hendaklah dengan nama Allah, artinya karena Allah dan
mengharapkan keridhoan-Nya, yaitu dengan menyebut bismillah[2].
2.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ
رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”.
Dalam tafsir Azh-Zhilal
(Sayyid Quthb)
“segala
puji bagi Allah”. Inilah perasaan yang melimpah masuk kedalam hati seseorang
mukmin, hanya semata-mata ingatnya kepada Allah. Karena keberadaannya sejak
awal adalah limpahan dari limpahan nikmat ilahi yang menghimpun pujian dan
sanjungan, nikmat yang melimpahi semua makhluk-Nya, khususnya manusia ini. Oleh
karena itu, mengucapkan “Alhamdulillah” didalam memulai sesuatu dan
mengakhirinya[3].
Dalam tafsir Qur’an karim
(Prof. Dr. H. Mahmud Yunus).
Apa
– apa nikmat yang kita terima dan apa – apa yang indah diantara isi alam yang
luas ini, hendaklah kita puji Allah. Karena pokok dan asalnya ialah kepada
Allah[4].
3.
الرَّحْمٰنِ
الرَّحِيْمِ
“Yang maha pemurah lagi maha penyayang”
Dalam tafsir Azh – Zhilal (Sayyid
Quthb)
Sifat
ini meliputi semua rahmat dengan semua keadaan dan lapangannya. Kalimat ini
menegaskan sifat yang jelas dalam masalah rubuiyyah yang meliputi pilar-pilar
hubungan yang abadi antara Rabb dengan Marbub “hamba”-Nya, bahwa hubungan itu
adalah hubungan rahmat (kasih sayang) dan pemeliharaan. Maka ucapan “Alhamdu”
merupakan sambutan fitrah terhadap rahmat yang besar[5].
Dalam tafsir Qur’an karim
(Prof . Dr. H. Mahmud Yunus)
Allah
itu maha pengasih dan penyayang lebih – lebih kepada kita karena dia yang
menganugerahkan pikiran yang luas dan anggota yang cukup[6].
4.
مٰلِكِ يَوْمِ
الدِّيْنِ
“yang menguasai hari pembalasan”
Dalam tafsir Azh – Zhilal
(Sayyid Quthb)
Ayat
ini menggambarkan keseluruhan besar yang medalam pengaruhnya bagi kehidupan
seluruh manusia yaitu kepercayaan global terhadap akhirat. “Malik” adalah
puncak tingkat kekuasaan dan “yaumuddin” adalah hari pembalasan di akhirat.[7]
Dalam tafsir Qur’an karim
(Prof . Dr. H. Mahmud Yunus)
Allah
telah menganugerahkan pikiran yang luas dan anggota yang cukup, sekalipun
begitu Dia berkuasa pada hari kemudian buat menyiksa orang – orang yang tiada
menurut perintah-Nya[8].
5.
اِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
“ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami memohon pertolongan”.
Dalam tafsir Azh-Zhilal
(Sayyid Quthb)
Inilah
akidah menyeluruh yang bersumber dari keseluruhan akidah yang disebutkan dimuka
surah ini. Maka, tidak ada ibadah kecuali kepada Allah dan tidak ada isti’anah
“permohonan pertolongan” kecuali kepada Allah juga.
Dan
ini juga merupakan persimpangan jalan antara kemerdekaan mutlak dari segala
macam perbudakan dan perbudakan mutlak dengan segala hamba. Akidah yang
menyeluruh ini menyatakan lahirnya kemerdekaan bagi manusia yang sempurna dan
menyeluruh. Kemerdekaan dari perhambaan paham – paham yang keliru, kemerdekaan
dari perhambaan berbagai macam tata kehidupan, dan kemerdekaan dari perhambaan
segala undang – undang.
Kalau
hanya Allah saja yang disembah dan diibadahi dan Allah saja yang dimintai
pertolongan, maka hati nurani manusia telah bebas dari merendahkan diri kepada
peraturan undang – undang dan dari individu manusia. Sebagaimana ia terbebas
dari merendahkan diri kepada mitos – mitos, paham – paham keliru dan khurafat –
khurafat.
Disinilah
pandangan seorang muslim berpaling dari kekuatan manusia dan kekuatan alam.
Kekuatan manusia dan kekuatan alam itu bersumber dari iradah dan kehendak
Allah, tunduk kepada iradah dan kehendak-Nya itu, saling mengisi dan saling
membantu dalam gerak dan arahnya.
Akidah
seorang muslim memberikan pengertian bahwa Allah, Tuhannya, telah menciptakan
seluruh kekuatan ini untuk menjadi sahabatnya dan pembantunya, dan jalan untuk
bersahabat ini harus dipikirannya sendiri dan dikenalinya, saling membantu, dan
bersama – sama menuju kepada Allah Tuhan bagi alam itu[9].
Dalam tafsir Qur’an karim
(Prof . Dr. H. Mahmud Yunus)
Karen
Allah telah memberi bermacam – macam nikmat, maka wajiblah kita menyembahnya.
Dan tiada yang disembah selain kepada-Nya. Wajiblah kita minta tolong kepada Allah
untuk menyampaikan cita – cita kita dan mensukseskan amalah perbuatan kita,
karena Dia yang berkuasa menghilangkan segala aral melintang.[10]
6.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيْمَ
“ Tunjukkanlah kami jalan yang lurus “
Dalam tafsir Azh – Zhilal
(Sayyid Quthb)
Berilah
Taufik kepada kami untuk mengetahui jalan hidup yang lurus yang dapat
menyampaikan kepada tujuan, dan berilah kami pertolongan untuk tetap istiqomah
dijalan itu setelah kami mengetahuinya.
Maka,
ma’rifah dan istiqamah, keduanya adalah buah hidayah Allah. Pemeliharaan-Nya,
dan rahmat-Nya. Dan menghadapkan diri kepada Allah dalam urusan seperti ini
merupakan buah akidah dan keyakinan bahwa hanya dia yang dapat memberi
pertolongan. Dan ini merupakan urusan yang terbesar dan pertama kali diminta oleh
orang mukmin kepada Tuhannya agar Dia menolongnya.
Maka,
hidayah (petunnjuk) ke jalan hidup yang benar / lurus adalah merupakan jaminan
kebahagiaan di dunia dan akhirat secara meyakinkan[11].
Dalam tafsir Qur’an karim
(Prof . Dr. H. Mahmud Yunus)
Hendaklah
kita memohon kepada Allah, supaya Dia memberi hidayah dn tufiq kepada kita
untuk melalui jalan lurus yang menyampaikan kita kepada kebahagiaan di dunia
dan di akhirat, yaitu dengan menurut petunjuk Al-Qur’an. Yang dimaksud dengan
jalan yang lurus ialah semua yang menyampaikan kita kepada kebahagiaan di dunia
dan di akhirat, yaitu dengan mengikut petunjuk Al-Qur’an[12].
7.
صِرَاطَ الَّذِيْنَ
اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ
غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
“ (Yaitu) jalan orang – orang yang telah Engkau anugerahkan
nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.”
Dalam tafsir Azh – Zhilal
(Sayyid Quthb)
Yaitu,
jalan orang – orang yang telah Engkau bagikan nikmat-Mu kepada mereka, bukan
jalan orang – orang yang dimurkai karena mereka sudah mengetahui kebenaran,
tetapi kemudian berpaling darinya, dan bukan pula jalan orang – orang yang
tersesat dari kebenaran sehingga tidak tahu jalan kebenaran sama sekali.
Jalan
itu adalah jalan orang –orang yang berbahagia, yang mendapat petunjuk, yang
akan sampai kepada keridhaan Allah.[13]
Dalam tafsir Qur’an karim
(Prof . Dr. H. Mahmud Yunus)
Jalan
yang lurus itu telah dturuti oleh orang
– orang yang mendapat nikmat daripada Allah, serta tiada dimurkai dan tiada
pula sesat, sebab mereka mempergunakan nikmat itu menurut mestinya.
Adapun
orang – orang yang mendapat, tetapi nikmat itu dipergunakannya untuk memperbuat
maksiat (dosa), maka orang – orang seperti itulah yang dimurkai Allah dan
dikatakan sesat atau salah mempergunakan nikmat Allah[14].
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Apa – apa yang tersimpul
dalam surah Al-fatihah ini akan diterangkan dengan jalan pada surat – surat
yang kemudian. Oleh sebab itu surah Al-Fatihah dinamai “Ummul Kitab” artinya
ibu kitab (Qur’an). Karena telah tersimpul di dalamnya segala isi Qur’an yaitu
:
1. Tauhid
(keimanan).
2. Janji
kebahagiaan di dunia akhirat bagi orang – orang yang menurut petunjuk Al-Qur’an
dan janji siksaan, jasmani atau rohani bagi orang – orang yang tidak menurut
petunjuk itu.
3. Amal
ibadah untuk mempertebal tauhid dan membersihkan jiwa.
4. Menerangkan
jalan yang lurus untuk mencapai kebahagiaan.
5. Riwayat
orang – orang yang ta’at mengikuti Allah dan orang – orang yang durhaka untuk
jadi i’tibar bagi umat yang kemudian.
6. Dan
lain – lain seperti ayat – ayat yang berhubungan dengan akhlak, ilmu
pengetahuan, sejarah, perekonomian, kemasyarakatan dan pembangunan.
B. Saran
Kami
membuat makalah ini untuk pembelajaran bersama. Kami mengambil dari berbagai
sumber, jadi apabila pembaca menemukan kesalahan dan kekurangan, maka kami
sarankan untuk mencari referensi yang lebih baik dan dapat membaca buku yang
menjadi referensi secara lengkap.
Daftar Pustaka
Quthb Sayyid : Tafsir Fi
Zhilal Qur’an : Jakarta 17240
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus :
Cetakan ke – 76 : Jakarta
[1] Quthb
Sayyid : Tafsir Fi Zhilal Qur’an
[2] Prof.
Dr. H. Mahmud Yunus : Cetakan ke - 76
[3] Quthb
Sayyid : Tafsir Fi Zhilal Qur’an
[4] Prof.
Dr. H. Mahmud Yunus : Cetakan ke - 76
[5] Quthb
Sayyid : Tafsir Fi Zhilal Qur’an
[6] Prof.
Dr. H. Mahmud Yunus : Cetakan ke - 76
[7] Quthb
Sayyid : Tafsir Fi Zhilal Qur’an
[8] Prof.
Dr. H. Mahmud Yunus : Cetakan ke - 76
[9] Quthb
Sayyid : Tafsir Fi Zhilal Qur’an
[10] Prof.
Dr. H. Mahmud Yunus : Cetakan ke - 76
[11] Quthb
Sayyid : Tafsir Fi Zhilal Qur’an
[12] Prof.
Dr. H. Mahmud Yunus : Cetakan ke - 76
[13] Quthb
Sayyid : Tafsir Fi Zhilal Qur’an
[14] Prof.
Dr. H. Mahmud Yunus : Cetakan ke - 76
No comments: