MAKALAH SYI'AH
KATA
PENGANTAR
Syukur alhamdulilah, pertama-tama marilah kita
panjatkan puji syukur kepada Allah Swt. Yang telah memberikan nikmat kesehatan
sehingga kita mampu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya, alhamdulillah. Kedua kalinya shalawat dan tak lupa kita
haturkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad saw. Yang telah merombak
umat manusia dari masa kebodohan menuju masa yang berpikir sesuai dengan
anjuran Al-Qur’an dan Hadist.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah “PEMIKIRAN ISLAM DAN FILSAFAT ”. Dalam makalah ini
penulis membahas tentang “SYI’AH”. Semoga
apa yang kami tulis dapat mendatangkan mamfaat bagi kita semua. Amin........
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini bukanlah
sebuah kesempurnaan, dengan kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan
saran dari dosen pengampu, guna peningkatan pembuatan makalah pada waktu
mendatang dan agar kami dapat memperbaikinya guna kemajuan bersama.
Jambi, 03 Maret 2020
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................................
i
KATA
PENGATAR............................................................................................
ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................
.... 1
B.
Rumusan
Masalah
.....................................................................................
1
C.
Tujuan
........................................................................................................
2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Syi’ah........................................................................................
3
B.
Sebab
Timbulnya Aliran Syi’ah...................................................................
3
C.
Pokok – Pokok Pemikiran Syiah.........................................................
....... 6
D.
Pembagian Syiah........................................................................................
7
E.
Sesatkah
Syiah................................................. ........................................
11
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................
13
B.
Saran.........................................................................................................
13
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Syiah adalah madzhab yang pertama lahir dalam Islam.
Madzhab Syiah memiliki visi politiknya sendiri, sebagian dekat dan sebagian
lain jauh dari agama. Madzhab ini tampil pada akhir masa pemerintahan
Utsman, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa Ali. Setiap kali Ali
berhubungan dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan
beragama, dan ilmunya. Karena itu para propagandis Syiah mengeksploitasi
kekaguman mereka terhadap Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka
tentang dirinya.
Di antara pemikiran itu ada yang menyimpang, dan ada
pula yang lurus. Ketika keturunan Ali yang sekaligus keturunan Rasulullah
mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak mengalami penyiksaan
pada masa bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap keturunan Ali semakin
mendalam. Mereka memandang Ahlulbait ini sebagai Syuhada dan korban kedzaliman.
Dengan demikian, semakin meluaslah daerah madzhab Syiah dan pendukungnya
semakin banyak. Golongan Syiah beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib
dan anak keturunannya lebih berhak menjadi khalifahdaripada orang lain,
berdasarkan wasiat Nabi. Masalah khalifah ini adalah soal politik yang dalam
perkembangan selanjutnya mewarnai pandangan mereka di bidang agama.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian Syi’ah?
2. Apa sebab timbulnya aliran Syi’ah?
3.
Apa saja pokok pikiran Syiah?
4.
Apa saja pembagian dari Syi’ah ?
5.
Sesatkah Aliran Syi’ah
C.
Tujuan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya
makalah ini adalah untuk
1. Mengetahui
pengertian dari Syi’ah
2. Mengetahui
sebab timbulnya aliran Syi’ah
3. Mengetahui
pokok – pokok pikiran aliran Syi’ah
4. Mengetahui
pembagian dari aliran Syi’ah
5. Mengetahui
sesat atau tidaknya aliran Syi’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Syi’ah
Menurut bahasa Syi’ah berarti pengikut,
pendukung, pembela, pecinta, yang kesemuanya mengarah pada makna dukungan
kepada ide atau individu dan kelompok tertentu. Sedangkan secara terminologis
adalah sebagian kaum muslim yang dalam spiritual dan keagamaanya selalu
merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW, atau orang yang disebut sebagai ahl
al-bait. Syi’ah juga dapat diartikan, kelompok masyarakat yang menjadi
pendukung Ali ibn Abi Thalib, yang mana beliau dianggap sebagai imam dan
khalifah oleh mereka yang ditetapkan melalui Nash dan wasiat dari Rasulullah.
Muhammad Jawad Maghniyah, seorang
ulama beraliran Syi’ah, memberikan definisi tentang kelompok Syi’ah, bahwa
mereka adalah “kelompok yang meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW. Telah menetapkan
dengan nash (pernyataan yang pasti) tentang khalifah (pengganti) Beliau dengan
menunjuk Imam Ali. Definisi ini kendati hanya mencerminkan sebagian dari
golongan Syi’ah, bukan seluruhnya, namum untuk sementara dapat diterima karena
kadungannya telah menunjuk kepada Syi’ah yang terbanyak dewasa ini, yakni
Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Untuk merumuskan pengertian Syi’ah
secara sempurna memang sangat sulit, karena Syi’ah telah melalui proses sejarah
yang panjang dengan segala peristiwa yang ikut mempengaruhi ajarannya. Namun
al-Syahrastani mendefinisikan Syi’ah sebagai istilah khusus yang dipakai untuk
pendukung atau pengikut Ali Bin Abi Thalib yang berpendirian bahwa pengangkatan
Ali sebagai imam atau khalifah berdasarkan kepada nash dan wasiat, serta mereka
berkeyakinan bahwa keimaman tersebut tidak terlepas dan terus berlanjut pada
keturunan-keturunannya.
B. Sebab Timbulnya Aliran Syi’ah
Mengenai kemunculan syi’ah dalam sejarah terdapat
perbedaan dikalangan ahli. Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa
akhir pemerintahan Usman bin Affaan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa
pewmerintahan Ali bin Abi Thalib, adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar.
Muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal
dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali
terhadap arbritase yang ditawarkan Mu’awiyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah
menjadi dua. Satu kelompok mendukung sikap Ali (Syi’ah) dan kelompok mendak
sikap Ali (Khawarij).
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengn masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menlak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak mengantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW, pada masa hidupnya. Pada awal kenabian ketika Muhammad SAW diperintahkan menya,paikan dakwah ke kerabatnya, yang pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang luar biasa besar.
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali), tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun realitasnya berbicara lain.
Berlawanan dengan harpan mereka, ketika nabi wafata dan jasadnya belum dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk menentukan pemimpin yang baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba, sedangkan anggota keluarga nabi dan beberapa sahabat masih sibuk dengan persiapan upacara pemakaman Nabi. Kelompok inilah yang kemudian menjadai mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pemimpin yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann memcahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu dengan ahlul bait, kerabat, atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi pemakaman. Mereka tidak memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihdapkan pada suatu hal yang sudah tak bias berubah lagi (faith accomply).
Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari kalangan kaum muslimin yang menentanga kekhalifahan dan kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa semua masalah kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya dan mengajak masyarakat mengikutinya. Kaum inilah yang disebut dengan kaum Syi’ah. Namun lebih dari pada itu, seperti yang dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan.
Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “perpecahan” dalam Islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-hadits yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Segera setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidin sekalipun, kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin syi’ah kepada masyarakat.
Syi’ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini terdapat ahl al-Bait. Diantara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan pengusaha bani Umayyah. Yazid bin Muawiyah, umpamanya, pernah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibn Ziyad untuk memenggal kepala Husein bin Ali di Karbala. Diceritakan bahwa setelah dipenggal, kepala Husein dibawa ke hadapan Yazid dan dengan tonkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi SAW. Yang pada waktu kecilnya sering dicium Nabi. Kekejaman seperti ini menyebabkan kebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti mazhab Syi’ah, atau paling tidak menaruh simpati mendalam terhadap tragedy yang menimpa ahl al-bait.
Dalam perkembangan selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl-al bait dihadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada kenabian), Nubuwwah (Percaya kepada kenabian), Ma’ad (kepercyaan akan adanya hidup diakhirat), imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan ahl-al bait), dan adl (keadaan ilahi). Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara sunni dan syi’ah terletak pada doktrin imamah. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejrah, kelompok ini akhirnya tepecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Diantara sekte-sekte syi’ah itu adalah Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah. Zaidiyah, dan Ghullat
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengn masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menlak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak mengantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW, pada masa hidupnya. Pada awal kenabian ketika Muhammad SAW diperintahkan menya,paikan dakwah ke kerabatnya, yang pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang luar biasa besar.
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali), tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun realitasnya berbicara lain.
Berlawanan dengan harpan mereka, ketika nabi wafata dan jasadnya belum dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk menentukan pemimpin yang baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba, sedangkan anggota keluarga nabi dan beberapa sahabat masih sibuk dengan persiapan upacara pemakaman Nabi. Kelompok inilah yang kemudian menjadai mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pemimpin yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann memcahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu dengan ahlul bait, kerabat, atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi pemakaman. Mereka tidak memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihdapkan pada suatu hal yang sudah tak bias berubah lagi (faith accomply).
Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari kalangan kaum muslimin yang menentanga kekhalifahan dan kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa semua masalah kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya dan mengajak masyarakat mengikutinya. Kaum inilah yang disebut dengan kaum Syi’ah. Namun lebih dari pada itu, seperti yang dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan.
Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “perpecahan” dalam Islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-hadits yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Segera setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidin sekalipun, kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin syi’ah kepada masyarakat.
Syi’ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini terdapat ahl al-Bait. Diantara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan pengusaha bani Umayyah. Yazid bin Muawiyah, umpamanya, pernah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibn Ziyad untuk memenggal kepala Husein bin Ali di Karbala. Diceritakan bahwa setelah dipenggal, kepala Husein dibawa ke hadapan Yazid dan dengan tonkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi SAW. Yang pada waktu kecilnya sering dicium Nabi. Kekejaman seperti ini menyebabkan kebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti mazhab Syi’ah, atau paling tidak menaruh simpati mendalam terhadap tragedy yang menimpa ahl al-bait.
Dalam perkembangan selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl-al bait dihadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada kenabian), Nubuwwah (Percaya kepada kenabian), Ma’ad (kepercyaan akan adanya hidup diakhirat), imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan ahl-al bait), dan adl (keadaan ilahi). Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara sunni dan syi’ah terletak pada doktrin imamah. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejrah, kelompok ini akhirnya tepecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Diantara sekte-sekte syi’ah itu adalah Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah. Zaidiyah, dan Ghullat
C.
Pokok
– Pokok Pemikiran Syi’ah
a. Tauhid
Kaum syiah mengimami sepenuhnya bahwa Allah itu ada,
maha esa, tunggal, tempat bergantung segala mahluk, tidak beranak dan tidak
diperanakan, dan tidak ada yang menyamainya. Mereka juga mempercayai sifat
sifat Allah SWT
b. Al-‘Adl
Kaum syiah meyakini bahwa Allah itu Maha Adil tidak
melakukan perbuatan dzalim dan buruk.
c. An-Nubuwwat
Kepercayaan syiah terhadap para nabi tidak berbeda
dengan keyakinan umat muslim yang lain.
d. Al imamah
Menurut syiah imamah berarti kepemimpinan dalam
kepengurusan agama dan dunia sekaligus. Ia pengganti rosul dalam memelihara
syariat, melaksanakan hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
e. Al-Ma’ad (
tempat kembali )
Kaum syiah sangat percaya bahwa hari akhir pasti
terjadi.
D.
Pembagian
Syi’ah
1.
Syiah Kaisaniyah
Kaisaniyah adalah
sekte Syiah yang mempercayai kepemimpina Muhammad bin Hanafiyah setelah
wafatnya Sayyidina Husain bin Ali ra. Nama Kaisaniyah diambil dari nama seorang
bekas budak Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra., Kaisan, atau dari nama Mukhtar
bin Abi Ubaid yang juga dipanggil dengan nama Kaisan.
Sekte Kaisaniyah
terpecah menjadi dua kelompok. Pertama, yang mempercayai bahwa Muhammad bin
Hanafiyah sebenarnya tidak mati, tetapi hanya ghaib dan akan kembali lagi ke
dunia nyata pada akhir zaman. Mereka menganggap, Muhammad bin Hanafiyah adalah
Imam Mahdi yang dijanjikan itu. Yang termasuk golongan Kaisaniyah antara lain
adalah sekte al-Karabiyah, pengikut Abi Karb ad-Dharir.
Kedua, kelompok yang
mempercayai bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah meninggal, akan tetapi jabatan
imamah beralih kepada Abi Hasyim bin Muhammad bin Hanafiyah. Yang termasuk
kelompok ini adalah sekte Hasyimiyah, pengikut Abi Hasyim. Ibnu Khaldun
menengarai, bahwa dia ntara sekte-sekte Hasyimiyah yang pecah menjadi beberapa
kelompok tersebut adalah penguasa pertama Dinasti Abbasiyah, yaitu Abu Abbas
as-Saffah dan Abu Ja’far al-Manshur. Ibnu Khladun selanjutnya menyatakan bahwa
setelah meninggalnya Abi Hasyim, jabatan imamah berpindah kepada Muhammad bin
Ali Abdullah bin Abbas kemudian secara berturut-turut kepada Ibrahim al-Imam,
as-Saffah, dan al-Mansur.
Sekte Kaisaniyah ini
telah lama musnah. Namun, kebesaran dan kehebatan nama Muhammad bin Hanafiyah
ini masih dapat dijumpai dalam cerita-cerita rakyat, sperti yang terdapat dalam
cerita-cerita rakyat Aceh dan hikayat Melayu yang terkenal, Hikayah Muhammad
Hanafiyah. Hikayat ini telah dikenal di Mekah sejak abad ke-15 M.
2.
Syiah Zaidiyah
Zaidiyah adalah sekte
dalam Syiah yang mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husain Zainal Abidin
setelah kepemimpinan Husain bin Ali ra.. mereka tidak mengakui kepemimpinan Ali
bin Husain Zainal abidin seperti yang diakui sekte Imamiyah, karena menurut
mereka, Ali bin Husain Zainal Abidin dianggap tidak memenuhi syarat sebagai
pemimpin.
Dalam Syiah zaidiyah
seseorang dapat diangkat sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria, yakni,
keturunan Fathimah binti Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam., berpengetahuan
luas tentang agama, hidup zuhud, berjihad di jalan Allah Subhanahu Wata’ala.
dengan mengangkat senjata, dan berani. Disebutkan bahwa sekte zaidiyah mengakui
keabsahan khilafah atau imamah Abu Bakar ash-Shiddiq ra. (khalifah pertama) dan
Umar bin Khattab ra. (khalifah kedua).
Dalam teologi mereka
disebutkan, bahwa mereka tidak menolak prinsip imamat al-Mafdhul ma’a wujud
al-Afdhal, yaitu bahwa seseorang yang lebih rendah tingkat kemampuannya
dibanding orang lain yang sezaman dengannya dapat menjadi pemimpin, sekalipun
orang yang lebih tinggi dari dia itu masih ada. Dalam hal ini, Ali bin Abi
Thalib dinilai lebih tinggi daripada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Oleh
karena itu, sekte zaidiyah ini dianggap yang paling dekat dengan sunnah.
Dalam persoalan
imamah, sekte Zaidiyah ini berbeda pendapat dengan sekte Itsna Asyariyah atau
Syiah Dua Dua Belas yang menganggap bahwa jabatan imamah harus dengan nash.
Menurut Zaidiyah, imamah tidak harus dengan nash, tapi boleh ikhtiar atau
pemilihan. Dari segi teologi, penganut faham Syiah Zaidiyah ini beraliran
teologi Mu’tazilah. Oleh karena itu tidak heran kalau sebagian tokoh-tokoh
Mu’tazilah, terutama Mu’tazilah Baghdad, berasal dari kelompok Zaidiyah. Di
antaranya adalah Qadhi Abdul Jabbar, tokoh Mu’tazilah terkenal yang menulis kitab
Syarh al-Ushul al-Khamsah. Hal ini bisa terjadi karena adanya hubungan yang
dekat antara pendiri Mu’tazilah, Washil bin Atha’, dan Imam Zaid bin Ali.
Akibatnya muncul kesan bahwa ajaran-ajaran Mu’tazilah berasal dari Ahlul Bait
atau bahkan sebaliknya, justru Zaid bin Ali yang terpengaruh oleh Washil bin
Atha’, sehingga ia mempunyai pandangan yang dekat dengan Sunnah. Sekte-sekte
yang berasal dari golongan Zaidiyah yang muncul kemudian adalah Jarudiyyah,
Sulaimaniyah, dan Badriyah atau ash-Shalihiyah.
Sekte Jarudiyah
adalah pengikut Abi Jarud Ziyad bin Abi Ziyad. Sekte ini menganggap bahwa Nabi
Muhammad Sallallahu Alaihi Wasalam. telah menentukan Ali sebagai pengganti atau
Imam setelahnya. Akan tetapi penentuannya tidak dalam bentuk yang tegas,
melainkan dengan isyarat (menyinggung secara tidak langsung) atau dengan
al-washf (menyebut-nyebut keunggulan Ali dibandingkan dengan yang lainnya).
Sekte Sulaimaniyah
adalah pengikut Sulaiman bin Jarir. Sekte ini beranggapan bahwa masalah imamah
adalah urusan kaum Muslimin, yaitu dengan sistem musyawarah sekalipun hanya
dengan dua tokoh Muslim. Bagi mereka, seorang imam tidak harus merupakan yang
terbaik di antara kaum Muslimin, oleh karena itu sekalipun yang layak jadi
khalifah setelah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. adalah Sayyidina Ali
bin Abi Thalib ra. akan tetapi kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khaththab
adalah sah. Hanya dalam hal ini, umat telah melakukan kesalahan karena tidak
memilih Sayyidina Ali ra. namun, mereka tidak mengakui kepemimpinan Utman bin
Afan karena menurut mereka Utsman telah mnyimpang dari ajaran isalam. Sekte
sulaimaniysah ini juga disebut al-Jaririyah.
Sekte badriyah atau
ash-Shalihiyah adalah pengikut kaisar an-Nu’man al-Akhtar atau pengikut Hasan
bin Shalih al-Hayy. Pandangan mereka mengenai imamah sama dengan pandangan
sekte sulaimaniyah. Hanya saja dalam masalah Utsman bin Affan, sekte badriyah
tidak memberikan sikapnya. Mereka berdiam diri atau tawaqquf. Menurut
al-Baghdadi sekte ini adalah sekte Syiah yang paling dekat Ahlussunnah. Oleh
karena itu Imam Muslim meriwayatkan beberapa Hadits dalam kitabnya Shahih
Muslim dari Hasan bin Shalih al-Hayy.
3.
Syiah Ghulat
Syiah Ghulat
(kelompok Syiah yang ekstrem) adalah golongan yang berlebih-lebihan dalam
memuji Sayyidina Ali ra. atau Imam-imam lain dengan menganggap bahwa para imam
tersebut bukan imam biasa, melainkan jelmaan Tuhan atau bahkan Tuhan itu
sendiri. Menurut al-Baghdadi, kaum Ghukat telah ada sejak masa Ali bin Abi
Thalib ra. mereka memanggil Ali dengan sebutan “Anta, Anta”, yang berarti
“Engkau, Engkau” yang dimaksud disini adalah: Engkau adalah tuhan.
Menurut al-Baghdadi,
sebagian dari mereka sampai dibakar hidup-hidup oleh Sayyidina Ali bin Abi
Thalib ra. tetapi pemimpin mereka, Abdullah bin Saba’, hanya dibuang ke Mada’in.
Di antara mereka ada yang menyalahkan, bahkan mengutuk Sayyidina Ali bin Abi
Thalib karena tidak menuntut haknya dari penguasa yang telah merampas haknya
sebagai khalifah sesudah Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.[3] Dalam sebuah
riwayat Syiah disebutkan bahwa ketika suatu hari Bisyar asy-Syairi, seorang
Ghulat, datang ke rumah Ja’far ash-Shadiq, Imam Ja’far mengusirnya seraya
berkata, “sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala. telah melaknatmu. Demi Allah
aku tidak suka seatap denganmu.” Ketika asy-syairi keluar, Ja’far ash-Shadiq
berkata kepada pengikutnya, “celakalah dia. Ia adalah setan, anak dari setan.
Dia lakukan ini untuk menyesatkan sahabat dan Syiahku; maka hendaklah
berhati-hati terhadapnya orang-orang yang telah tahu akan hal ini hendaknya menyampaikan
kepada orang lain bahwa aku adalah hamba Allah dan anak seorang perempuan,
hamba-Nya. Aku dilahirkan dari perut seorang wanita. Sesungguhnya aku akan mati
dan dibangkitkan kembali pada hari kiamat, dan aku akan ditanya tentang
perbuatan-perbuatanku.”
Kaum Ghulat dapat
dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu golongan as-Saba’iyah dan golongan
al-Ghurabiyah. Golongan as-Saba’iyah berasal dari nama Abdullah bin Saba’,
adalah golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib ra. adalah jelmaan dari
Tuhan atau bahkan Tuhan itu sendiri. Menurut mereka, sesungguhnya Sayyidina Ali
ra. masih hidup. Sedangkan yang terbunuh di tangan Abdurrahman bin Muljam di
Kuffah itu sesungguhnya bukanlah Sayyidina Ali ra., melainkan seseorang yang
diserupakan tuhan dengan beliau menurut mereka, Sayyidina Ali ra. telah naik ke
langit dan di sanalah tempatnya. Petir adalah suara beliau dan kilat adalah
senyum beliau.
Adapun golongan
al-Ghurabiyah adalah golongan yang tidak se-ekstrem as-Saba’iyyah dalam memuja
Sayyidina Ali ra. menurut mereka Sayyidina Ali ra. adalah manusia biasa, tetapi
dialah seharusnya yang menjadi utusan Allah, bukan Nabi Muhammad Sallallahu
Alaihi Wasallam. Namun, karena Malaikat Jibril salah alamat sehingga wahyu yang
seharusnya ia sampaikan kepada Sayyidina Ali ra. malah ia sampaikan kepada Nabi
Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam., maka akhirnya Allah Subhanahu Wata’ala.
Mengakui Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. sebagai utusan-Nya.
4.
Syiah Imamiyah
Imamiyah adalah
golongan yang meyakini bahwa Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam. telah menunjuk
Sayyidina Ali ra. sebagai Imam penggantinya dengan penunjukan yang jelas dan
tegas. Oleh karena itu, mereka tidak mengetahui keabsahan kepemimpinan
Sayyidina Abu Bakar, Umar, maupun Utsman ra.. Bagi mereka, persoalan imamah
adalah salah satu persoalan pokok dalam agama atau Ushul ad-Din.
Syiah imamiyah pecah
menjadi beberapa golongan. Yang terbesar adalah golongan Itsna Asyariyah atau
Syiah Dua Belas. Sementara golongan kedua yang terbesar adalah golongan
Isamiliyah. Dalam sejarah Islam, kedua golonga sekte Imamiyah ini pernah
memegang puncak kepemimpinan politik Islam. Golongan Ismailiyah berkuasa di
Mesir dan Baghdad. Di Mesir golongan Ismailiyah berkuasa melalui Dinasti
Fathimiyah. Pada waktu yang sama golongan Itsna Asyariyah dengan Dinasti
Buwaihi menguasai kekuasaan kekhalifahan Abbasiyah selama kurang lebih satu
abad.
Semua golongan yang
bernaung dengan nama Imamiyah ini sepakat bahwa Imam pertama adalah Sayyidina
Ali bin Abi Thalib, kemudian secara berturut-turut Sayyidina Hasan, Husain, Ali
bin Husain, Muhammad al-Baqir, dan Ja’far ash-Shadiq ra.. Kemudian sesudah itu,
mereka berbeda pendapat mengenai siapa Imam pengganti Ja’far ash-Shadiq. Di
antara mereka ada yang meyakini bahwa jabatan imamah tersebut pindah kepada
anaknya, Musa al-Kazhim. Keyakinan ini kemudian melahirkan sekte Itsna
Asyariyah atau Syiah Dua Belas. Sementara yang lain meyakini bahwa imamah
pindah kepada putra Ja’far ash-Shadiq, Ismail bin Ja’far ash-Shadiq, sekalipun
ia telah meninggal dunia sebelum ash-Shadiq sendiri. Pecahan ini disebut
Ismailiyah sebagian yang lain menanggap bahwa jabatan imamah berakhir dengan
meninggalnya Ja’far ash-Shadiq mereka disebut golongan al-Waqifiyah atau
golongan yang berhenti pada Imam Ja’far ash-Shadiq.
E.
Sesatkah
Syi’ah
Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai aliran Islam Syiah secara umum bukan
merupakan aliran sesat. "Tidak sesat, hanya berbeda dengan kita,"
kata Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa
28 Agustus 2012.
Menurut dia,
Syiah merupakan salah satu sekte Islam yang sudah ada sejak 14 abad lalu. Sekte
ini pun ada di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. "Pusatnya memang
di Iran," ujar Said.
Ihwal fatwa
haram dan sesat yang dikeluarkan ulama di Sampang, Said menjelaskan, fatwa
tersebut ditujukan oleh ulama di sana untuk aliran Syiah yang diusung Tajul
Muluk. "Yang sesat itu aliran Tajul Muluk, Syiah-nya Tajul Muluk. Bukan
Syiah secara keseluruhan," ucapnya.
Sebelumnya,
pengamat sosial politik Bambang Budiono mengatakan fatwa haram dan sesat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Syiah menjadi salah satu pemicu konflik
kekerasan di Sampang.
Fatwa
tersebut adalah fatwa MUI Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur dengan nomor:
A-035/MUI/spg/2012 tentang kesesatan ajaran Syiah. Ajaran ini disebarluaskan
oleh saudara Tajul Muluk di Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Fatwa tersebut
menegaskan, aliran yang dibawa Tajul Muluk itu sudah dikenal sejak 2004-2005 di
daerah tersebut. Ajaran tadi dinilai sudah menyimpang dari ajaran Islam.
Kekerasan
terhadap komunitas Syiah kembali terjadi di Kabupaten Sampang, Madura. Sekitar
200 warga anti-Syiah menyerbu permukiman milik komunitas Syiah di Dusun
Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur,
Ahad pagi, 26 Agustus 2012. Mereka melempari rumah dengan batu.
Aksi
tersebut dibalas pemuda Syiah sehingga bentrokan pun tak terhindarkan.
Setidaknya dua penganut Syiah tewas akibat sabetan celurit. Sekitar 10 rumah
juga terbakar. "Kerugian lain belum tahu karena kami masih
bersembunyi," kata sumber berinisial HI, yang enggan menyebut nama
lengkapnya.
Pembakaran
rumah milik warga Syiah bukan pertama kali terjadi di Sampang. Sebelumnya,
akhir Desember tahun lalu, massa anti-Syiah membakar rumah Tajul Muluk, pemimpin
Syiah Sampang. Tajul tengah menjalani vonis dua tahun penjara dalam kasus
penodaan agama.
BAB III
Penutup
Aliran Syi’ah merupakan aliran pertama yang muncul di
kalangan umat Islam. Aliran ini dilatarbelakangi oleh pendukung ahlul bait yang
tetap menginginkan pengganti Nabi adalah dari ahlul bait sendiri yaitu Ali bin
Abi Thalib. Mereka mempunyai doktrin sendiri dalam alirannya, salah satunya
tentang Imamah. Mereka berpendapat bahwa pengganti Nabi yang pantas menjadi
pemimpin adalah seseorang yang ma’shum(terhindar dari dosa). Bahkan
dalam sekte yang ekstrim yaitu Syi’ah Ghulat, mereka telah menuhankan Ali.
Mereka menganggap bahwa Ali lebih tinggi daripada Nabi Muhammad SAW.
Dalam perkembangannya, Syi’ah dianggap aliran sesat. Banyak
yang menganggap bahwa Syi’ah adalah Islam. Hal ini sangat berbeda sekali,
karena antara Islam dan Syi’ah sangat jauh sekali tentang ajaran aqidahnya.
B.
Saran
Sangatlah diperlukan bagi kita untuk mempelajari
Aliran syi’ah ini,karena dengan belajar aliran ini kita bisa mengetahui seluk
beluk dari ajaran Syi’ah. Misalnya tentang tokoh-tokoh Syi’ah. Dan agar kita
juga bisa mengambil kekurangan dan kelebihan dari aliran Syi’ah
DAFTAR
PUSTAKA
M.Ag., Anwar, Rosihan, DR; M.Ag., Rozak, Abdul, Drs.
2010. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Abu Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran
Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing House.
M.Pd.I., A. Nasir, K.H. Sahilun. 2010. Pemikiran
Kalam(Teologi Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
https://www.kompasiana.com/qurrotul22691/5bb374cbc112fe0ae711df43/penyebab-munculnya-syi-ah?page=all
https://suliesjambie.blogspot.com/2014/12/makalah-tentang-syiah.html
No comments: