MAKALAH SYI'AH



KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah, pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah Swt. Yang telah memberikan nikmat kesehatan sehingga kita mampu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, alhamdulillah. Kedua kalinya shalawat dan tak lupa kita haturkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad saw. Yang telah merombak umat manusia dari masa kebodohan menuju masa yang berpikir sesuai dengan anjuran Al-Qur’an dan Hadist.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “PEMIKIRAN ISLAM DAN FILSAFAT ”. Dalam makalah ini penulis  membahas tentang “SYI’AH”. Semoga apa yang kami tulis dapat mendatangkan mamfaat bagi kita semua. Amin........
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini bukanlah sebuah kesempurnaan, dengan kerendahan hati  kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pengampu, guna peningkatan pembuatan makalah pada waktu mendatang dan agar kami dapat memperbaikinya guna kemajuan bersama.




Jambi, 03 Maret 2020



                                                                                                                        Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGATAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...................................................................................... .... 1
B.     Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C.     Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Syi’ah........................................................................................ 3
B.     Sebab Timbulnya Aliran Syi’ah................................................................... 3
C.     Pokok – Pokok Pemikiran Syiah......................................................... ....... 6
D.    Pembagian Syiah........................................................................................ 7
E.     Sesatkah Syiah................................................. ........................................ 11
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................ 13
B.     Saran......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14









BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Syiah adalah madzhab yang pertama lahir dalam Islam. Madzhab Syiah memiliki visi politiknya sendiri, sebagian dekat dan sebagian lain jauh dari agama. Madzhab ini tampil pada  akhir masa pemerintahan Utsman, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa Ali. Setiap kali Ali berhubungan dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama, dan ilmunya. Karena itu para propagandis Syiah mengeksploitasi kekaguman mereka terhadap Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya.
Di antara pemikiran itu ada yang menyimpang, dan ada pula yang lurus. Ketika keturunan Ali yang sekaligus keturunan Rasulullah mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak mengalami penyiksaan pada masa bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap keturunan Ali semakin mendalam. Mereka memandang Ahlulbait ini sebagai Syuhada dan korban kedzaliman. Dengan demikian, semakin meluaslah daerah madzhab Syiah dan pendukungnya semakin banyak. Golongan Syiah beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya lebih berhak menjadi khalifahdaripada orang lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah khalifah ini adalah soal politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai pandangan mereka di bidang agama.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.    Apa pengertian  Syi’ah?
2.    Apa sebab timbulnya aliran Syi’ah?
3.    Apa saja pokok pikiran Syiah?
4.    Apa saja pembagian dari Syi’ah ?
5.    Sesatkah Aliran Syi’ah




C.   Tujuan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk
1.    Mengetahui pengertian dari Syi’ah
2.    Mengetahui sebab timbulnya aliran Syi’ah
3.    Mengetahui pokok – pokok pikiran aliran Syi’ah
4.    Mengetahui pembagian dari aliran Syi’ah
5.    Mengetahui sesat atau tidaknya aliran Syi’ah


BAB II
PEMBAHASAN

      A.   Pengertian Syi’ah
Menurut bahasa Syi’ah berarti pengikut, pendukung, pembela, pecinta, yang kesemuanya mengarah pada makna dukungan kepada ide atau individu dan kelompok tertentu. Sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam spiritual dan keagamaanya  selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW, atau orang yang disebut sebagai ahl al-bait. Syi’ah juga dapat diartikan, kelompok masyarakat yang menjadi pendukung Ali ibn Abi Thalib, yang mana beliau dianggap sebagai imam dan khalifah oleh mereka yang ditetapkan melalui Nash dan wasiat dari Rasulullah.
Muhammad Jawad Maghniyah, seorang ulama beraliran Syi’ah, memberikan definisi tentang kelompok Syi’ah, bahwa mereka adalah “kelompok yang meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW. Telah menetapkan dengan nash (pernyataan yang pasti) tentang khalifah (pengganti) Beliau dengan menunjuk Imam Ali. Definisi ini kendati hanya mencerminkan sebagian dari golongan Syi’ah, bukan seluruhnya, namum untuk sementara dapat diterima karena kadungannya telah menunjuk kepada Syi’ah yang terbanyak dewasa ini, yakni Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Untuk merumuskan pengertian Syi’ah secara sempurna memang sangat sulit, karena Syi’ah telah melalui proses sejarah yang panjang dengan segala peristiwa yang ikut mempengaruhi ajarannya. Namun al-Syahrastani mendefinisikan Syi’ah sebagai istilah khusus yang dipakai untuk pendukung atau pengikut Ali Bin Abi Thalib yang berpendirian bahwa pengangkatan Ali sebagai imam atau khalifah berdasarkan kepada nash dan wasiat, serta mereka berkeyakinan bahwa keimaman tersebut tidak terlepas dan terus berlanjut pada keturunan-keturunannya.

      B.   Sebab Timbulnya Aliran Syi’ah
Mengenai kemunculan syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan dikalangan ahli. Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa akhir pemerintahan Usman bin Affaan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pewmerintahan Ali bin Abi Thalib, adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar. Muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritase yang ditawarkan Mu’awiyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua. Satu kelompok mendukung sikap Ali (Syi’ah) dan kelompok mendak sikap Ali (Khawarij).
            Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengn masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menlak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib  yang  berhak mengantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW, pada masa hidupnya. Pada awal kenabian ketika Muhammad SAW diperintahkan menya,paikan dakwah ke kerabatnya, yang pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang luar biasa besar.
            Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali), tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun realitasnya berbicara lain.
            Berlawanan dengan harpan mereka, ketika nabi wafata dan jasadnya belum dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk menentukan pemimpin yang baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba, sedangkan anggota keluarga nabi dan  beberapa sahabat masih sibuk dengan  persiapan upacara pemakaman Nabi. Kelompok inilah yang kemudian menjadai mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pemimpin yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann memcahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu dengan ahlul bait, kerabat, atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi pemakaman. Mereka tidak memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihdapkan pada suatu hal yang sudah tak bias berubah lagi (faith accomply).
            Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari kalangan kaum  muslimin yang menentanga kekhalifahan dan kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa semua masalah kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya dan mengajak masyarakat mengikutinya. Kaum inilah yang disebut dengan kaum Syi’ah. Namun lebih dari pada itu, seperti yang dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan.
            Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “perpecahan” dalam Islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-hadits yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Segera setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidin sekalipun, kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin syi’ah kepada masyarakat.
            Syi’ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini terdapat ahl al-Bait. Diantara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan pengusaha bani Umayyah. Yazid bin Muawiyah, umpamanya, pernah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibn Ziyad untuk memenggal kepala Husein bin Ali di Karbala. Diceritakan bahwa setelah dipenggal, kepala Husein dibawa ke hadapan Yazid dan dengan tonkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi SAW. Yang pada waktu kecilnya sering dicium Nabi. Kekejaman seperti ini menyebabkan kebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti mazhab Syi’ah, atau paling tidak menaruh simpati mendalam terhadap tragedy yang menimpa ahl al-bait.
            Dalam perkembangan selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl-al bait dihadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada kenabian), Nubuwwah (Percaya kepada kenabian), Ma’ad (kepercyaan akan adanya hidup diakhirat), imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan ahl-al bait), dan adl (keadaan ilahi). Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara sunni dan syi’ah terletak pada doktrin imamah. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejrah, kelompok ini akhirnya tepecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Diantara sekte-sekte syi’ah itu adalah Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah. Zaidiyah, dan Ghullat

      C.   Pokok – Pokok Pemikiran Syi’ah
a.       Tauhid
Kaum syiah mengimami sepenuhnya bahwa Allah itu ada, maha esa, tunggal, tempat bergantung segala mahluk, tidak beranak dan tidak diperanakan, dan tidak ada yang menyamainya. Mereka juga mempercayai sifat sifat Allah SWT
b.      Al-‘Adl
Kaum syiah meyakini bahwa Allah itu Maha Adil tidak melakukan perbuatan dzalim dan buruk.
c.       An-Nubuwwat
Kepercayaan syiah terhadap para nabi tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim yang lain.
d.      Al imamah
Menurut syiah imamah berarti kepemimpinan dalam kepengurusan agama dan dunia sekaligus. Ia pengganti rosul dalam memelihara syariat, melaksanakan hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
e.       Al-Ma’ad ( tempat kembali )
Kaum syiah sangat percaya bahwa hari akhir pasti terjadi.


    D.   Pembagian Syi’ah

1.            Syiah Kaisaniyah
Kaisaniyah adalah sekte Syiah yang mempercayai kepemimpina Muhammad bin Hanafiyah setelah wafatnya Sayyidina Husain bin Ali ra. Nama Kaisaniyah diambil dari nama seorang bekas budak Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra., Kaisan, atau dari nama Mukhtar bin Abi Ubaid yang juga dipanggil dengan nama Kaisan.
Sekte Kaisaniyah terpecah menjadi dua kelompok. Pertama, yang mempercayai bahwa Muhammad bin Hanafiyah sebenarnya tidak mati, tetapi hanya ghaib dan akan kembali lagi ke dunia nyata pada akhir zaman. Mereka menganggap, Muhammad bin Hanafiyah adalah Imam Mahdi yang dijanjikan itu. Yang termasuk golongan Kaisaniyah antara lain adalah sekte al-Karabiyah, pengikut Abi Karb ad-Dharir.
Kedua, kelompok yang mempercayai bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah meninggal, akan tetapi jabatan imamah beralih kepada Abi Hasyim bin Muhammad bin Hanafiyah. Yang termasuk kelompok ini adalah sekte Hasyimiyah, pengikut Abi Hasyim. Ibnu Khaldun menengarai, bahwa dia ntara sekte-sekte Hasyimiyah yang pecah menjadi beberapa kelompok tersebut adalah penguasa pertama Dinasti Abbasiyah, yaitu Abu Abbas as-Saffah dan Abu Ja’far al-Manshur. Ibnu Khladun selanjutnya menyatakan bahwa setelah meninggalnya Abi Hasyim, jabatan imamah berpindah kepada Muhammad bin Ali Abdullah bin Abbas kemudian secara berturut-turut kepada Ibrahim al-Imam, as-Saffah, dan al-Mansur.
Sekte Kaisaniyah ini telah lama musnah. Namun, kebesaran dan kehebatan nama Muhammad bin Hanafiyah ini masih dapat dijumpai dalam cerita-cerita rakyat, sperti yang terdapat dalam cerita-cerita rakyat Aceh dan hikayat Melayu yang terkenal, Hikayah Muhammad Hanafiyah. Hikayat ini telah dikenal di Mekah sejak abad ke-15 M.

2.            Syiah Zaidiyah
Zaidiyah adalah sekte dalam Syiah yang mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husain Zainal Abidin setelah kepemimpinan Husain bin Ali ra.. mereka tidak mengakui kepemimpinan Ali bin Husain Zainal abidin seperti yang diakui sekte Imamiyah, karena menurut mereka, Ali bin Husain Zainal Abidin dianggap tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin.
Dalam Syiah zaidiyah seseorang dapat diangkat sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria, yakni, keturunan Fathimah binti Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam., berpengetahuan luas tentang agama, hidup zuhud, berjihad di jalan Allah Subhanahu Wata’ala. dengan mengangkat senjata, dan berani. Disebutkan bahwa sekte zaidiyah mengakui keabsahan khilafah atau imamah Abu Bakar ash-Shiddiq ra. (khalifah pertama) dan Umar bin Khattab ra. (khalifah kedua).
Dalam teologi mereka disebutkan, bahwa mereka tidak menolak prinsip imamat al-Mafdhul ma’a wujud al-Afdhal, yaitu bahwa seseorang yang lebih rendah tingkat kemampuannya dibanding orang lain yang sezaman dengannya dapat menjadi pemimpin, sekalipun orang yang lebih tinggi dari dia itu masih ada. Dalam hal ini, Ali bin Abi Thalib dinilai lebih tinggi daripada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Oleh karena itu, sekte zaidiyah ini dianggap yang paling dekat dengan sunnah.
Dalam persoalan imamah, sekte Zaidiyah ini berbeda pendapat dengan sekte Itsna Asyariyah atau Syiah Dua Dua Belas yang menganggap bahwa jabatan imamah harus dengan nash. Menurut Zaidiyah, imamah tidak harus dengan nash, tapi boleh ikhtiar atau pemilihan. Dari segi teologi, penganut faham Syiah Zaidiyah ini beraliran teologi Mu’tazilah. Oleh karena itu tidak heran kalau sebagian tokoh-tokoh Mu’tazilah, terutama Mu’tazilah Baghdad, berasal dari kelompok Zaidiyah. Di antaranya adalah Qadhi Abdul Jabbar, tokoh Mu’tazilah terkenal yang menulis kitab Syarh al-Ushul al-Khamsah. Hal ini bisa terjadi karena adanya hubungan yang dekat antara pendiri Mu’tazilah, Washil bin Atha’, dan Imam Zaid bin Ali. Akibatnya muncul kesan bahwa ajaran-ajaran Mu’tazilah berasal dari Ahlul Bait atau bahkan sebaliknya, justru Zaid bin Ali yang terpengaruh oleh Washil bin Atha’, sehingga ia mempunyai pandangan yang dekat dengan Sunnah. Sekte-sekte yang berasal dari golongan Zaidiyah yang muncul kemudian adalah Jarudiyyah, Sulaimaniyah, dan Badriyah atau ash-Shalihiyah.
Sekte Jarudiyah adalah pengikut Abi Jarud Ziyad bin Abi Ziyad. Sekte ini menganggap bahwa Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasalam. telah menentukan Ali sebagai pengganti atau Imam setelahnya. Akan tetapi penentuannya tidak dalam bentuk yang tegas, melainkan dengan isyarat (menyinggung secara tidak langsung) atau dengan al-washf (menyebut-nyebut keunggulan Ali dibandingkan dengan yang lainnya).
Sekte Sulaimaniyah adalah pengikut Sulaiman bin Jarir. Sekte ini beranggapan bahwa masalah imamah adalah urusan kaum Muslimin, yaitu dengan sistem musyawarah sekalipun hanya dengan dua tokoh Muslim. Bagi mereka, seorang imam tidak harus merupakan yang terbaik di antara kaum Muslimin, oleh karena itu sekalipun yang layak jadi khalifah setelah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. akan tetapi kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khaththab adalah sah. Hanya dalam hal ini, umat telah melakukan kesalahan karena tidak memilih Sayyidina Ali ra. namun, mereka tidak mengakui kepemimpinan Utman bin Afan karena menurut mereka Utsman telah mnyimpang dari ajaran isalam. Sekte sulaimaniysah ini juga disebut al-Jaririyah.
Sekte badriyah atau ash-Shalihiyah adalah pengikut kaisar an-Nu’man al-Akhtar atau pengikut Hasan bin Shalih al-Hayy. Pandangan mereka mengenai imamah sama dengan pandangan sekte sulaimaniyah. Hanya saja dalam masalah Utsman bin Affan, sekte badriyah tidak memberikan sikapnya. Mereka berdiam diri atau tawaqquf. Menurut al-Baghdadi sekte ini adalah sekte Syiah yang paling dekat Ahlussunnah. Oleh karena itu Imam Muslim meriwayatkan beberapa Hadits dalam kitabnya Shahih Muslim dari Hasan bin Shalih al-Hayy.

3.            Syiah Ghulat
Syiah Ghulat (kelompok Syiah yang ekstrem) adalah golongan yang berlebih-lebihan dalam memuji Sayyidina Ali ra. atau Imam-imam lain dengan menganggap bahwa para imam tersebut bukan imam biasa, melainkan jelmaan Tuhan atau bahkan Tuhan itu sendiri. Menurut al-Baghdadi, kaum Ghukat telah ada sejak masa Ali bin Abi Thalib ra. mereka memanggil Ali dengan sebutan “Anta, Anta”, yang berarti “Engkau, Engkau” yang dimaksud disini adalah: Engkau adalah tuhan.
Menurut al-Baghdadi, sebagian dari mereka sampai dibakar hidup-hidup oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. tetapi pemimpin mereka, Abdullah bin Saba’, hanya dibuang ke Mada’in. Di antara mereka ada yang menyalahkan, bahkan mengutuk Sayyidina Ali bin Abi Thalib karena tidak menuntut haknya dari penguasa yang telah merampas haknya sebagai khalifah sesudah Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.[3] Dalam sebuah riwayat Syiah disebutkan bahwa ketika suatu hari Bisyar asy-Syairi, seorang Ghulat, datang ke rumah Ja’far ash-Shadiq, Imam Ja’far mengusirnya seraya berkata, “sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala. telah melaknatmu. Demi Allah aku tidak suka seatap denganmu.” Ketika asy-syairi keluar, Ja’far ash-Shadiq berkata kepada pengikutnya, “celakalah dia. Ia adalah setan, anak dari setan. Dia lakukan ini untuk menyesatkan sahabat dan Syiahku; maka hendaklah berhati-hati terhadapnya orang-orang yang telah tahu akan hal ini hendaknya menyampaikan kepada orang lain bahwa aku adalah hamba Allah dan anak seorang perempuan, hamba-Nya. Aku dilahirkan dari perut seorang wanita. Sesungguhnya aku akan mati dan dibangkitkan kembali pada hari kiamat, dan aku akan ditanya tentang perbuatan-perbuatanku.”
Kaum Ghulat dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu golongan as-Saba’iyah dan golongan al-Ghurabiyah. Golongan as-Saba’iyah berasal dari nama Abdullah bin Saba’, adalah golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib ra. adalah jelmaan dari Tuhan atau bahkan Tuhan itu sendiri. Menurut mereka, sesungguhnya Sayyidina Ali ra. masih hidup. Sedangkan yang terbunuh di tangan Abdurrahman bin Muljam di Kuffah itu sesungguhnya bukanlah Sayyidina Ali ra., melainkan seseorang yang diserupakan tuhan dengan beliau menurut mereka, Sayyidina Ali ra. telah naik ke langit dan di sanalah tempatnya. Petir adalah suara beliau dan kilat adalah senyum beliau.
Adapun golongan al-Ghurabiyah adalah golongan yang tidak se-ekstrem as-Saba’iyyah dalam memuja Sayyidina Ali ra. menurut mereka Sayyidina Ali ra. adalah manusia biasa, tetapi dialah seharusnya yang menjadi utusan Allah, bukan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. Namun, karena Malaikat Jibril salah alamat sehingga wahyu yang seharusnya ia sampaikan kepada Sayyidina Ali ra. malah ia sampaikan kepada Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam., maka akhirnya Allah Subhanahu Wata’ala. Mengakui Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. sebagai utusan-Nya.

 4.            Syiah Imamiyah
Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam. telah menunjuk Sayyidina Ali ra. sebagai Imam penggantinya dengan penunjukan yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, mereka tidak mengetahui keabsahan kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar, Umar, maupun Utsman ra.. Bagi mereka, persoalan imamah adalah salah satu persoalan pokok dalam agama atau Ushul ad-Din.
Syiah imamiyah pecah menjadi beberapa golongan. Yang terbesar adalah golongan Itsna Asyariyah atau Syiah Dua Belas. Sementara golongan kedua yang terbesar adalah golongan Isamiliyah. Dalam sejarah Islam, kedua golonga sekte Imamiyah ini pernah memegang puncak kepemimpinan politik Islam. Golongan Ismailiyah berkuasa di Mesir dan Baghdad. Di Mesir golongan Ismailiyah berkuasa melalui Dinasti Fathimiyah. Pada waktu yang sama golongan Itsna Asyariyah dengan Dinasti Buwaihi menguasai kekuasaan kekhalifahan Abbasiyah selama kurang lebih satu abad.
Semua golongan yang bernaung dengan nama Imamiyah ini sepakat bahwa Imam pertama adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib, kemudian secara berturut-turut Sayyidina Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad al-Baqir, dan Ja’far ash-Shadiq ra.. Kemudian sesudah itu, mereka berbeda pendapat mengenai siapa Imam pengganti Ja’far ash-Shadiq. Di antara mereka ada yang meyakini bahwa jabatan imamah tersebut pindah kepada anaknya, Musa al-Kazhim. Keyakinan ini kemudian melahirkan sekte Itsna Asyariyah atau Syiah Dua Belas. Sementara yang lain meyakini bahwa imamah pindah kepada putra Ja’far ash-Shadiq, Ismail bin Ja’far ash-Shadiq, sekalipun ia telah meninggal dunia sebelum ash-Shadiq sendiri. Pecahan ini disebut Ismailiyah sebagian yang lain menanggap bahwa jabatan imamah berakhir dengan meninggalnya Ja’far ash-Shadiq mereka disebut golongan al-Waqifiyah atau golongan yang berhenti pada Imam Ja’far ash-Shadiq.

      E.   Sesatkah Syi’ah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai aliran Islam Syiah secara umum bukan merupakan aliran sesat. "Tidak sesat, hanya berbeda dengan kita," kata Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa 28 Agustus 2012.
Menurut dia, Syiah merupakan salah satu sekte Islam yang sudah ada sejak 14 abad lalu. Sekte ini pun ada di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. "Pusatnya memang di Iran," ujar Said.
Ihwal fatwa haram dan sesat yang dikeluarkan ulama di Sampang, Said menjelaskan, fatwa tersebut ditujukan oleh ulama di sana untuk aliran Syiah yang diusung Tajul Muluk. "Yang sesat itu aliran Tajul Muluk, Syiah-nya Tajul Muluk. Bukan Syiah secara keseluruhan," ucapnya.
Sebelumnya, pengamat sosial politik Bambang Budiono mengatakan fatwa haram dan sesat Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Syiah menjadi salah satu pemicu konflik kekerasan di Sampang.
Fatwa tersebut adalah fatwa MUI Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur dengan nomor: A-035/MUI/spg/2012 tentang kesesatan ajaran Syiah. Ajaran ini disebarluaskan oleh saudara Tajul Muluk di Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Fatwa tersebut menegaskan, aliran yang dibawa Tajul Muluk itu sudah dikenal sejak 2004-2005 di daerah tersebut. Ajaran tadi dinilai sudah menyimpang dari ajaran Islam.
Kekerasan terhadap komunitas Syiah kembali terjadi di Kabupaten Sampang, Madura. Sekitar 200 warga anti-Syiah menyerbu permukiman milik komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Ahad pagi, 26 Agustus 2012. Mereka melempari rumah dengan batu.
Aksi tersebut dibalas pemuda Syiah sehingga bentrokan pun tak terhindarkan. Setidaknya dua penganut Syiah tewas akibat sabetan celurit. Sekitar 10 rumah juga terbakar. "Kerugian lain belum tahu karena kami masih bersembunyi," kata sumber berinisial HI, yang enggan menyebut nama lengkapnya.
Pembakaran rumah milik warga Syiah bukan pertama kali terjadi di Sampang. Sebelumnya, akhir Desember tahun lalu, massa anti-Syiah membakar rumah Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang. Tajul tengah menjalani vonis dua tahun penjara dalam kasus penodaan agama.

BAB III
Penutup

A.         Kesimpulan
Aliran Syi’ah merupakan aliran pertama yang muncul di kalangan umat Islam. Aliran ini dilatarbelakangi oleh pendukung ahlul bait yang tetap menginginkan pengganti Nabi adalah dari ahlul bait sendiri yaitu Ali bin Abi Thalib. Mereka mempunyai doktrin sendiri dalam alirannya, salah satunya tentang Imamah. Mereka berpendapat bahwa pengganti Nabi yang pantas menjadi pemimpin adalah seseorang yang ma’shum(terhindar dari dosa). Bahkan dalam sekte yang ekstrim yaitu Syi’ah Ghulat, mereka telah menuhankan Ali. Mereka menganggap bahwa Ali lebih tinggi daripada Nabi Muhammad SAW.
Dalam perkembangannya, Syi’ah dianggap aliran sesat. Banyak yang menganggap bahwa Syi’ah adalah Islam. Hal ini sangat berbeda sekali, karena antara Islam dan Syi’ah sangat jauh sekali tentang ajaran aqidahnya.

B.         Saran
Sangatlah diperlukan bagi kita untuk mempelajari Aliran syi’ah ini,karena dengan belajar aliran ini kita bisa mengetahui seluk beluk dari ajaran Syi’ah. Misalnya tentang tokoh-tokoh Syi’ah. Dan agar kita juga bisa mengambil kekurangan dan kelebihan dari aliran  Syi’ah















DAFTAR PUSTAKA

M.Ag., Anwar, Rosihan, DR; M.Ag., Rozak, Abdul, Drs. 2010. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Abu Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing House.
M.Pd.I., A. Nasir, K.H. Sahilun. 2010. Pemikiran Kalam(Teologi Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
https://suliesjambie.blogspot.com/2014/12/makalah-tentang-syiah.html

Leave a Comment

No comments:

Powered by Blogger.